laporan sediaan apus darah

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK HEWAN

“MEMBUAT SEDIAAN DARAH DENGAN METODE OLES (SMEAR)”









JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU









BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah adalah salah satu jaringan ikat yang mempunyai fungsi sebagai penghubung (alat transport) yang sel-selnya tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental pula. Cairan ini emiliki pH 7,35 sampai 7,45. Warna darah bervariasi dari merah sampai merah tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah itu sendiri (Subowo, 2010).
Pembuatan preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film). Film darah (sediaan oles) dapat diwarnai dengan berbagai macam metode. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misalnya Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa. (Suntoro, 2010).
Apus darah tepi merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium pada pasien yang biasa dilakukan. Pemeriksaan apus darah tepi memberikan informasi penting tenta dan merupakan alat penting dalam diagnosis banding dan indikasi pemeriksaan yang diperlukan lebih lanjut, diagnosis cepat karena infeksi spesifik tertentu, dan merupakan peran utama untuk diagnosis banding (Ardianti, 2017).
1.2 Tujuan
Praktikum membuat sediaan darah dengan metode oles (smear) ini bertujuan untuk :
1. Melakukan pembuatan sediaan darah dengan metode oles (smear).
2. Membedakan sel  darah dari  kelas amfibi, mamalia dan aves.







BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah.

Sel darah merah (eritrosit) merupakan salah satu komponen darah yang jumlahnya paling banyak dalam susunan komponen darah manusia. Sel darah merah normal selalu berbentuk bikonkaf, tidak memiliki inti, dan mengandung hemoglobin yang merupakan representasi warna merah dalam darah. Kelainan pada eritrosit biasanya adalah pada keadaan dimana eritrosit dan/atau masa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. (Evelyn, 2012).

Metode apus adalah suatu metode dalam mikroteknik yang digunakan untuk membuat preparat. Beberapa jenis jaringan yang dapat dibuat dengan metode apus adalah darah, limfa, cairan sum sum tulang belakang, semen jantan dan sediaan air seni. Sel darah biasanya diamati pada sajian apus yang dibuat dengan meyebarkan setetes darah menjadi satu lapisan tipis pada kaca objek. Darah harus tersebar secara merata di atas kaca dan dibiarkan kering dengan cepat di udara sehingga sel-sel nampak jelas, dapat dibedakan dan sitoplasmanya tersebar. Banyak objek setelah mengalami fiksasi dan kemudian direkatkan dengan entellan atau balsam menjadi amat transparan sehingga strukturnya tidak jelas pada waktu dilihat dengan mikroskop. Untuk mengatasi kesukaran 2 ini, pada umumnya sediaan diwarnai dengan zat warna yang dapat memperjelas strukturnya (Sundoro, 2014).

Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan bertindak sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata). Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan miring dengan sudut kira-kira 45˚ tepat didepan tetes darah menyebar sepanjang sisi pendek kaca perata, maka dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright yang merupakan modifikasi metode Romanosky (Maskoeri, 2013).

Pemeriksaan preparat apus darah tepi merupakan bagian yang penting dari rangkaian pemeriksaan hematologi. Keunggulan dari pemeriksaan apus darah tepi ialah mampu menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti morfologi sel (eritrosit, leukosit, trombosit), menentukan jumlah dan jenis leukosit, mengestimasi jumlah trombosit dan mengidentifikasi adanya parasit. Di Indonesia, pewarnaan yang umum digunakan ialah pewarnaan Giemsa sebab Giemsa lebih tahan lama dalam iklim tropis. Beberapa klinik juga menggunakan pewarna Wright dalam mewarnai apusan darah tepi. Terkadang pewarnaan Giemsa juga dikombinasikan dengan Wright, dimana diharapkan kelebihan dari tiap-tiap zat warna Giemsa dan Wright bisa didapatkan dan akan menjadikan sediaan apus darah tepi lebih jelas terlihat secara mikroskopis dan jadi lebih tahan lama (Riswanto., et.al, 2018).

Darah merupakan komponen dalam sistem sirkulasi yang berperan penting dalam mendistribusikan berbagai senyawa esensial yang dibutuhkan tubuh. Darah hewan Vertebrata terdiri atas sel-sel darah yang tersuspensi di dalam plasma dan beredar menuju organ-organ tubuh. Unsur seluler atau sel darah terbagi menjadi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Bentuk, ukuran, dan persentase jumlah eritrosit dan leukosit berbeda untuk setiap jenis hewan Vertebrata. Eritrosit Mamalia diketahui tidak memiliki inti sel, namun tidak demikian dengan eritrosit hewan dari kelas Pisces, Amphibia, Reptilia, dan Aves yang memiliki inti. Demikian pula dengan jumlah dan tipe sel leukosit yang memiliki gambaran berbeda untuk tiap jenis hewan (Rousdy, 2018).

Sel darah pada umumnya dikenal ada tiga tipe yaitu: eritrosit, lekosit dan trombosit. Eritrosit manusia dalam keadaan normal berbentuk cakram bulat bikonkaf dengan diameter 7,2 µm tanpa inti, lebih dari separoh komposisi eritrosit terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi koloidal padat. Sel ni bersifat elastis dan lunak. Lekosit (sel darah putih) terdapat pada bagian pinggir sel darah, lekosit ini dibagi menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit terbagi menjadi tiga yaitu Netrofil (terbanyak) berbentuk bulat dengan diameter 10-12 µm, Eosinofil yang strukturnya lebih besar daripada netrofil (10-15 µm) dan Basofil (paling sedikit) dengan ukuran hampir sama dengan netrofil tetapi basofil sangat sulit ditemukan. Agranulosit dibagi menjadi dua yaitu Limfosit yang mempunyai ukuran yang bevariasi, inti bulat sitoplasma mengelilingi inti seperti cincin dan berperan penting dalam imunitas tubuh, dan Monosit (sel lekosit terbesar), intinya berbentuk oval kadang terlipat-lipat dapat bergerak dengan membentuk pseudopodia. Tipe ketiga yaitu Trombosit (disebut juga keping darah), berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma lengkap dengan membran yang mengelilinginya, Trombosit terdapat khusus pada sel darah mammalia (Kiswari, 2014).

Hemoglobin pada ayam (Gallus gallus) lebih rendah dari merpati (Columba livia) dengan nilai rata-ratanya adalah 13,53 g/dL untuk kadar hemoglobin pada ayam (Gallus gallus) dan 16,88 g/dL untuk kadar hemoglobin pada merpati (Columba livia) perbedaan kadar hemoglobin yang terjadi antara ayam dengan merpati dapat dijelaskan melalui fungsi hemoglobin pada fisiologi hewan tersebut, hemoglobin merupakan protein yang mempunyai fungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan perifer dan karbondioksida dari jaringan perifer ke paru-paru selain mengangkut oksigen ke jaringan perifer, hemoglobin juga mempermudah transport karbondioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan (Sastromiharjo, 2016).

Darah memenuhi sekitar 6-8% pada ayam dewasa. Darah tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit) yang bersirkulasi dalam cairan yang disebut plasma darah. Eritrosit mengandung hemoglobin yang berperan sebagai alat transportasi oksigen dari paru-paru ke sel dan membawa karbondioksida dari sel ke paru-paru. Eritrosit unggas (ayam) berbentuk oval dan mempunyai inti sel (Ulupi, 2014).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat,  12 April 2019 pukul 13.30 s/d selesai, di Laboratorium Biologi Dasar, Basic Science, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.

3.2 Alat dan Bahan 

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah botol vial, kaca preparat, suntikan, pipet tetes, blood lancet pen, tube eppendorf , bak bedah, mikroskop, kaca penutup dan kertas label.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah darah katak, darah burung merpati, darah ayam, darah manusia, pewarna giemsa 3%, Alkohol 70%, kloroform, aquades, kapas dan bubuk ETDA.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan Darah Katak

Darah katak diambil pada bagian jantung dengan cara melemaskan katak terlebih dahulu dengan killing botle, kemudian katak dilentangkan pada bak bedah dan ditusuk bagian jantung katak menggunakan jarum suntik 1 cc dan disedot secukupnya. Kemudian darah dipindahkan ke tube eppendorf yang telah diberi EDTA bubuk. Kemudian darah diletakkan  pada kaca benda 1 menggunakan tusuk gigi, selanjutnya diletakkan kaca benda 2 diatas kaca benda 1 dengan kemiringan 45 derajat  kemudian didorong kekanan dan ditarik kekiri dengan cepat. Lalu dilakukan fiksatif dengan alkohol 70 % dengan cara meneteskan alkohol 70 % dengan pipet tetes keobjek dan dibiarkan selama 5 menit. Dilanjutkan dengan proses pewarnaan dengan larutan giemsa 3 % selama 30 menit, kemudian dicuci dengan aquades dan dilakukan pengamatan dibawah mikroskop dan dilanjutkan dengan penempelan dengan entelan dan pelabelan.

3.3.2 Pengambilan Darah Merpati

Pertama dilakukan pengambilan sampel darah merpati dibagian vena sayap sekunder  dengan cara mengolesi alkohol 70 % dengan kapas terlebih dahulu, kemudian dengan mengunakan jarum suntik 1 cc, ditusuk pembuluh venanya dan disedot secukupnya dan darah dipindahkan ke tube eppendorf yang telah diberi EDTA bubuk. Kemudian darah diletakkan  pada kaca benda 1 ( posisi darah 3/4 dari kaca benda) dengan tusuk gigi, selanjutnya diletakkan kaca benda 2 diatas kaca benda 1 dengan kemiringan 45 kemudian didorong kekanan dan ditarik kekiri dengan cepat. Lalu dilakukan fiksatif dengan alkohol 70 % dengan cara meneteskan alkohol 70 % dengan pipet tetes keobjek dan dibiarkan selama 5 menit. Dilanjutkan dengan proses pewarnaan dengan larutan giemsa 3 % selama 30 menit, kemudian dicuci dengan aquades dan dilakukan pengamatan dibawah mikroskop dan dilanjutkan dengan penempelan dengan entelan dan pelabelan.

3.3.4 Pengambilan Darah Ayam

Dilakukan pengambilan sampel darah ayam dibagian vena sayap sekunder  dengan cara mengolesi alkohol 70 % dengan kapas terlebih dahulu, kemudian ditusuk pembuluh venanya dengan mengunakan jarum suntik 1 cc dan disedot secukupnya, selanjutnya darah dipindahkan ke tube eppendorf yang telah diberi EDTA bubuk. Kemudian darah diletakkan  pada kaca benda 1 menggunakan tusuk gigi, selanjutnya diletakkan kaca benda 2 diatas kaca benda 1 dengan kemiringan 45 derajat kemudian didorong kekanan dan ditarik kekiri dengan cepat. Lalu dilakukan fiksatif dengan alkohol 70 % dengan cara meneteskan alkohol 70 % dengan pipet tetes keobjek dan dibiarkan selama 5 menit. Dilanjutkan dengan proses pewarnaan dengan larutan giemsa 3 % selama 30 menit, kemudian dicuci dengan aquades dan dilakukan pengamatan dibawah mikroskop dan dilanjutkan dengan penempelan dengan entelan dan pelabelan.       

3.3.3 Pengambilan Darah Manusia

Dilakukan pengambilan sampel darah manusia dibagian ujung jari manis dengan cara mengolesi alkohol 70 % dengan kapas terlebih dahulu, kemusian ujung jari ditusuk mengunakan blood lancet dan darah yang keluar pertama dibuang, darah selanjutnya diteteskan pada kaca benda 1, kemudian diletakkan kaca benda 2 diatas kaca benda 1 dengan kemiringan 450 kemudian didorong kekanan dan ditarik kekiri dengan cepat. Lalu dilakukan fiksatif dengan alkohol 70 % dengan cara meneteskan alkohol 70 % dengan pipet tetes ke objek dan dibiarkan selama 5 menit. Dilanjutkan dengan proses pewarnaan dengan larutan giemsa 3 % selama 30 menit, kemudian dicuci dengan aquades dan dilakukan pengamatan dibawah mikroskop dan dilanjutkan dengan penempelan dengan entelan dan pelabelan.






BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil sebagai berikut :




Tabel 2. Hasil pengamatan sel darah manusia dalam bentuk tabel hemogram

Jenis leukosit
Bidang Pandang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Neutrofil
0
0
1
9
3
2
4
0
6
4
29
Eosinofil
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
2
Basofil
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
3
Limfosit
2
1
1
2
5
4
5
1
3
2
26

Monosit
2
2
0
1
0
0
0
1
0
0
6
Jumlah sebenarnya
5
3
3
13
8
7
9
2
9
7
66
Jumlah
diharapkan
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
100

% Neutrofil        49,93%                                  

% Eosinofil        =  
39,39 %                     

% Basofil           = 1,35 %                        

% Limfosit         = 1,34 %                                  

% Monosit         =  9,09%

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, percobaan yang dilakukan yaitu pembuatan sediaan darah dengan metose oles (smear) berupa pembuatan preparat darah katak, burung, dan manusia. Pada pembuatan preparat darah katak, burung, dan mamalia digunakan metode smear apus tipis, karena hanya menggunakan pewarna tunggal yaitu Giemsa. Sebelum dilakukan pewarnaan dilakukan terlebih dahulu proses fiksasi selama lima menit dengan menggunakan alkohol 70%, proses ini bertujuan untuk mempertahankan sel agar tidak rusak dan sediaan melekat erat pada gelas benda.  proses pewarnaan selama 30 menit menggunakan pewarna giemsa. Tujuan pewarnaan pada pembuatan preparat adalah untuk mempertajam atau memperjelas berbagai elemen jaringan, terutama sel-selnya sehingga dapat dibedakan dan diamati dengan mikroskop. Tanpa pewarnaan jaringan akan transparan sehingga sulit untuk diamati. Penggunakan bubuk EDTA berfungsi sebagai antikoagulan, yaitu untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah.

Pada sel darah katak tampak berbentuk oval, memiliki inti dan ukurannya sedikit lebih besar dibandingkan dengan sel darah merah pada manusia. Ukuran sel darah merah padakatak tiga kali lebih besar dari pada sel darah merah manusia, namun ukurannya dengan sel darah putih sama besar dan keduanya memiliki inti sehingga padadarah katak sulit dibedakan antara sel darah merah dan sel darah putihnya.

Pada sel darah burung merpati dan sel darah ayam relatif memiliki kesamaan. Hal ini karena keduanya merupakan berasal dari class yang sama yaitu class Aves.  Selnya berbentuk oval dan memiliki inti. Adanya inti yangdimiliki eritrosit akan memungkinkan sel darah merah memiliki kemampuan untuk bergerak sendiri, selain mengandalkan pergerakan yang berasal dari jantung maupun oleh adanya perbedaan tekanan dalam pembuluh darah. Salah satu fungsi utama nukleus adalah untuk mengontrol aktivitas sel dengan mengelola ekspresi gen. Dalam nukleus terdapat nukleolus (anak inti) yang mensintesis molekul RNA, sehingga peranannya sangat penting untuk eritrosit unggas yang aktivitas dan sintesis proteinnya tinggi.

Eritrosit pada aves memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan eritrosit pada mamalia. Ukurannya bervariasi tergantung dari spesiesnya hal ini terkait dengan jumlah molekul globin yang mampu dibawa dalam satu sel darah merah. Meskipun ukuran sel darah merah unggas lebih besar, namun bentuknya lebih datar, sehingga pergerakan sel darah merah lebih cepat.

Pada sel darah manusia bentuknya bikonkaf dan tidak berinti. Bentuk bikonkaf pada sel darah manusia manusia bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan untuk difusi gas. Pada preparat apusan yang diamati didapatkan adanya neutrofil, eosinofil, monosit, limfosit dan basofil. Tidak adanya inti dan degenerasi pada intisel darah di manusia terjadi dikarenakan aktivitas manusia yang tinggi dan hidup di daerah yang paparan oksigennya lebih banyak sehingga sel darah yang kecil dan tidak berinti mampu secara efisien menangkap lebih banyak oksigen. Kecilnya ukuran sel darah menjadi indikator luas bidang pengikatan oksigen.

Pada pengamatan leukosit sel darah manusia yang diamati memilki jumlah yang berbeda.jumlah sel neutrophil tampak yang paling banyak. Jumlah sel neutrofil memiliki persentase persebaran paling banyak dengan nilai persentase 49,93%, diikuti dengan sel limfosit 39,39 %, monosit 9,09%, basofil 1,35 % dan eosinofil 1,34 %.




BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa :

Pembuatan sediaan darah dengan metode oles (smear) yaitu dengan cara mengoleskan darah pada kaca objek, fiksatif, pewarnaan, penempelan.

Sel darah manusia berbeda dengan amfibi dan aves, pada manusia sel darah berbentuk bikonkaf dan tidak punya inti sedangkan pada aves dan amfibi bentuk oval dan punya inti.

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya sebaiknya dilakukan juga pembuatan sediaan darah dengan metode smear terhadap kelas pisces dan reptil untuk dapat membedakan struktur sel darah pada masing masing kelas tersebut.

































DAFTAR PUSTAKA



Ardianti, D., Triyani, Y., Afgani, A., Herawati, R. 2007. Gambaran Morfologi Apus Darah Tepi dan Karakteristik Pasien Anemia di Laboratorium RS Al-Islam Periode Juni−Desember 2016. Bandung Meeting on Global Medicine & Health. 1(1) : 127-130.

Evelyn C.Pearce. 2012. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT.  Gramedia.

Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Elangga.

Maskoeri, Jasin. 2013. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada\

Riswanto (2013) dalam Ardina, R., Rosalinda, S. 2018. Morfologi Eosinofil Pada Apusan Darah Tepi Menggunakan Pewarnaan Giemsa, Wright dan Kombinasi Wright-giemsa. Artikel Penelitian. 3(2) : 5-12.

Rousdy, D.W., Linda, R. 2018. Hematologi Perbandingan Hewan Vertebrata Lele (Clarias batracus), Katak (Rana Sp), Kadal (Eutropis multifasciata), Merpati (Columba livia) dan Mencit (Mus musculus). Bioma. 7(1) : 1-13.

Rudyatmi, E. 2015. Mikroteknik Hewan. Semarang : FMIPA UNNES.

Sastromiharjo, S,N., Wahyudi, L., Queljoe, E.D., Rumende, R.R.H. 2016. Kadar Kalsium Dan Hemoglobin Dalam Jaringan Otot Rangka Dan Darah Pada Ayam (Gallus Gallus) Dan Burung Merpati (Columba Livia). Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(3) : 154-159.

Sundoro, S.H. 2014. Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia). Jakarta  : Bhrataro Karya Aksara.

Ulupi, N.T. 2014. Gambaran Darah Ayam Kampung dan Ayam Petelur Komersial Pada Kandang Terbuka di Daerah Tropis. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 2(1) : 219-2

Wismabioku. (2011,17 Juni). Apusan Darah. Diperoleh 15 April 2019 dari http://wismabioku. apusan darah








Comments

Popular posts from this blog

Tipe Paruh Burung Berdasarkan Fungsinya beserta contohnya

Laporan Sel Darah Merah Manusia dan Katak

Materi dan Soal Ujian Kelas 6 Kurikulum Merdeka